PENAFAKTUAL.COM, KENDARI – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menggelar aksi demonstrasi jilid II di Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) , Jumat, 5 Juli 2024.
Aksi tersebut merupakan aksi demonstrasi susulan terkait dugaan kejahatan pertambangan dan kehutanan yang melibatkan oknum Wakil Ketua DPRD Sultra sekaligus Ketua Partai Politik berinisial HA.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo menyebutkan, selain Wakil Ketua DPRD Sultra sekaligus Ketua Partai Politik, HA juga diduga merupakan Komisaris di lima perusahaan tambang yakni PT Konut Jaya Mineral (KJM), PT Sinar Jaya Sultra Utama (SJSU), PT Putra Konawe Utama (PKU), PT Wanggudu Sumber Mineral (WSM) dan PT Apollo Nikel Indonesia (ANI).
Dalam tuntutannya, Ampuh Sultra mendesak Kejaksaan Agung RI untuk memanggil dan memeriksa HA terkait dugaan manipulasi pelaporan kemajuan pembangunan smelter untuk mendapatkan kuota ekspor di tahun 2019 lalu.
“Pada tahun 2019 PT SJSU mendapat kuota ekspor, sementara dari saat itu sampai hari ini PT SJSU tidak pernah membangun smelter di Konawe Utara. Sehingga tidak seharusnya mendapat kuota ekspor,” kata direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo.
Menurutnya, pada tahun 2019 pemerintah telah membatasi perusahaan untuk melakukan ekspor, kecuali perusahaan yang sedang membangun smelter dengan presentase kemajuan 90 persen.
“Ini yang membingungkan, kok bisa PT SJSU bisa melakukan ekspor saat itu padahal tidak ada pembangunan smelter sampai saat ini,” jelasnya
Selain itu, Hendro juga mendesak Kejaksaan Agung RI untuk menagih kerugian negara atas dugaan perambahan hutan PT Putra Konawe Utama (PKU) seluas 48, 92 hektar tanpa izin.
“PT PKU ini juga milik HA, berdasarkan data Kementerian LHK RI perusahaan ini (PT PKU) melakukan bukaan kawasan hutan tanpa izin. Sehingga Kejaksaan Agung sebagai eksekutor harus segera meminta pertanggung jawaban dari pihak perusahaan,” tegasnya
Kemudian, yang terakhir beber Hendro, yaitu terkait dugaan temuan BPK RI atas penjualan ore nikel PT SJSU yang diduga tidak di laporkan dengan total royalti ke negara mencapai Rp. 35. 5 miliar.
“Ini tinggal di kembangkan, pihak Kejagung sekiranya bisa berkoordinasi dengan pihak BPK RI untuk menindak PT SJSU,” pungkasnya.(rok)