Menu

Mode Gelap
Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian Ridwan Bae: PT SCM dan Perkebunan Sawit Penyebab Banjir di Jalur Trans Sulawesi Korban Tenggelam di Pantai Nambo Ditemukan Meninggal Dunia Pembentukan Kaswara: Langkah Awal Kolaborasi Alumni SMP Waara Bupati Bombana Burhanuddin Lantik Sunandar A Rahim sebagai Pj Sekda

Lifestyle · 16 Mei 2025 01:42 WITA ·

Dari Kebun ke Gerbang Masa Depan: Menghadapi Cemohan dan Mencapai Impian


 Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Saya terlahir dari keluarga sederhana yang kerap kali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Kami tinggal di gubuk reot di tengah kebun, berpindah-pindah jika tanah yang kami garap sudah tidak subur untuk ditanami jagung dan umbi-umbian. Makanan kami pun sederhana, hanya jagung, umbi-umbian, dan lauk seadanya yang menjadi santapan setiap hari. Sayur pun kadang-kadang berasal dari dedaunan yang tumbuh di hutan. Minum dari sumber mata air di gua-gua, atau air yang kami tadah dari stalaktit bagian atas gua.

Hidup di kebun tidak hanya berarti keterbatasan materi, tetapi juga menghadapi cemohan dan cacian dari orang-orang sekitar. Kondisi kami yang miskin kerap kali dianggap tidak mampu dan tidak berpendidikan. Kata-kata miring sering disematkan kepada kami, membuat kami merasa rendah diri. Tapi, saya tidak membiarkan hal tersebut mematahkan semangat saya.

Saya memiliki impian untuk memiliki pendidikan yang memadai. Saya percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah hidup menjadi lebih baik. Saya masih ingat saat pertama kali masuk kelas 1 sekolah dasar. Saya harus berjalan kaki sekitar 2 kilometer ke sekolah melewati jalan sepih dengan berbatu cadas sambil menenteng pakaian sekolah dan sepatu agar tidak kotor dan baru saya mengenakannya saat hendak memasuki perkampungan. Saya melakukan ini setiap hari, pulang pergi sekitar 4 kilometer.

Di lingkungan sekolah dasar, saya pun tak luput dari bullyan beberapa teman-temanku yang jahil. Karena sebagai anak yang hidup dan tinggal di kebun sering kali dianggap bodoh dan kampungan. Namun saya tidak patah arang. Saya selalu rajin belajar, ketika di rumah kebun, saya selalu mengulangi pelajaran yang diberikan di sekolah. Terbukti, setiap ulangan akhir semester saya selalu meraih juara satu, dua, atau paling jarang juara tiga. Hal itu terus berulang sampai tamat.

Begitu pula, saat di SMK, bahkan saya pernah mewakili Sulawesi Tenggara untuk mengikuti Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK tingkat nasional di Tangerang Provinsi Banten untuk bidang kelistrikan. Saat hendak masuk kuliah, juga tak luput dari celaan orang sekitar. Karena dengan kondisi kehidupan yang sangat sederhana, saya dianggap tidak akan mampu untuk membiayai kuliah. Namun, semua cemohan dan celaan tersebut saya jadikan sumber energi untuk tetap kuat dan tegar.

Meskipun banyak hambatan, saya tetap semangat untuk menempuh pendidikan. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk bersabar dan berjuang dalam menghadapi tantangan, serta menghargai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Selama mengenyam pendidikan, saya selalu bekerja serabutan untuk menutupi kebutuhan hidup dan keperluan sekolah.

Begitu pun sewaktu kuliah, saya sering mencari pekerjaan bangunan untuk menyambung hidup di kota Kendari. Beruntungnya, saya diberi tempat tinggal kamar kost gratis dari orang baik yang saya sudah anggap sebagai orang tua sendiri.

Namun, di tengah perjuangan saya menyelesaikan pendidikan S1, bapak saya meninggal dunia. Saya merasa sangat terpukul dan menyesal karena belum sempat membalas kebaikan dan kasih sayang bapak saya, Tuhan sudah memanggilnya. Namun, ibu saya yang tabah dan penuh kasih menjadi sumber motivasi bagi saya untuk terus maju.

Dengan berjualan sayur dan beberapa hasil kebunnya, ibu saya tidak hanya mencari nafkah, tetapi juga memberikan dukungan moral yang sangat berarti. Ia selalu memberikan motivasi untuk terus melanjutkan pendidikan sambil mencari rejeki halal.

Meskipun banyak hambatan dan tantangan, saya sangat bangga dengan kondisi yang saya capai saat ini. Sebagai orang yang terlahir di pelosok desa, saya percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk mencapai impian mereka. Dan jangan pernah remehkan impian seseorang, karena Tuhan Maha mendengar.

Saya berharap anak-anak saat ini yang orang tuanya mampu secara finansial dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk terus melakukan yang terbaik dan meraih mimpi yang cerah di masa depan. Saya adalah anak bungsu dari empat bersaudara, dan meskipun secara ekonomi masih jauh dari kata matang, saya sudah cukup bangga dan bersyukur dengan apa yang saya capai.

Saya akan terus berjuang untuk mencapai impian saya dan membuat orang tua saya bangga. Pengalaman hidup di kebun telah membentuk saya menjadi pribadi yang tangguh dan gigih. Saya tidak akan pernah melupakan akar saya sebagai anak kebun, dan saya akan terus berusaha dan ingin menjadi contoh bagi anak-anak lain yang berasal dari latar belakang serupa.(LH)

 

Kendari, 16 Mei 2025

Tulisan adalah bukti bahwa kita pernah ada dan berpikir

Artikel ini telah dibaca 39 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Prawira Billiard: Ruang Positif untuk Generasi Muda Kota Kendari

15 Mei 2025 - 19:27 WITA

La Ode Riago Resmi Dilantik Sebagai Ketua DPD MAKN Muna

9 Desember 2024 - 15:26 WITA

JEC Orbita Kendari Resmi Beroperasi, Mudahkan Masyarakat Akses Layanan Kesehatan Mata

30 November 2024 - 13:53 WITA

Aleesya Siswi SMPN 9 Kendari Rebut Best Pose 3 Diajang Top Model Runway Sultra 2024

5 November 2024 - 11:23 WITA

Pemenang Door Prize Umroh Gratis Undang AJP-ASLI di Acara Syukuran

28 Oktober 2024 - 22:52 WITA

Ruksamin-Sjafei Hadirkan Radja Band hingga Raffi Ahmad Bakal Hibur Warga Kolaka

19 September 2024 - 09:35 WITA

Trending di Lifestyle